Selamat Datang Di Andie Hermawan blog's

Semua Tentang Andie Hermawan

Kamis, 10 Januari 2013


Untuk Download Artikel Klik Gambar
Source: http://www.amronbadriza.com/2012/06/cara-pasang-download-artikel-file-pdf.html#ixzz2HdtQK2Ym

Laporan Praktikum Kesehatan Lingkungan



LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT
UJI BIOASSAY TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti



Disusun Oleh :

Andi Hermawan
B1003004


PROGRAM STUDI D III KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK BANJARNEGARA
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.
Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda yang berperan sebagai vector penyakit arthropod-born viral disease.Contoh spesies nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease adalah Aedes aegypti (Ae.aegypti). Nyamuk Ae. aegyptiberperan sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue (Wakhyulianto. 2005).
Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, sampai sekarang belum ditemukan obat atau vaksinnya, sehingga salah satu cara pengendaliannya adalah dengan memberantas vektor penyakit. Nyamuk Ae. aegyptiyang hidup disekitar manusia terutama banyak dijumpai didaerah padat penduduk. Nyamuk akan menjadi vektor apabila nyamuk tersebut antara lain berumur sekitar 14 hari. Hal tersebut erat kaitannya dengan masa inkubasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk yang berkisar antara 11–14 hari.
Upaya pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian penyakit arthropod-born viral disease telah banyak dilakukan.Pengendalian tersebut meliputi pengendalian fisik, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi, pengendalian genetik dan pengendalian terpadu. Pengendalian fisik dengan mengelola lingkungan sehingga keadaan lingkungan tidak sesuai bagi perkembangbiakan nyamuk, pengendalian hayati dengan memanfaatkan organisme predator dan patogen, pengendalian kimiawi dengan menggunakan insektisida untuk membunuh nyamuk, pengendalian genetic dilakukan dengan menyebarkan pejantan mandul ke dalam ekosistem, dan pengendalian terpadu dilakukan dengan menggabungkan berbagai teknik pengendalian yang ada (Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana, 2000).
Pemberantasan vektor dengan menggunakan insektisidamerupakan salah satu program pengendalian penyakit yang ditularkan vektor (demam berdarah). Insektisida yang digunakan biasanya hanya berdasarkan hasil uji coba terhadap satu spesies saja nyamuk vektor dan pada kondisi satu daerah saja, sedang indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan keragaman ekosistem kepekaan nyamuk vektorpun mungkin berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Selain itu akibat penggunaan insektisida kimia yang berulang-ulang menimbulkan masalah baru yaitu membunuh serangga bukan target dan timbulnya resistensi vektor terhadap insektisida.
Untuk itu dilakukan pengujian terhadap insektisida yang di gunakan untuk melakukan pengendalian.Apakah insektisida tersebut masih bias di gunakan untuk membrantas vector atau sudah resisten. Uji biokimia adalah uji resistensi nyamuk terhadap insektisida yang sangat esensial berdasarkan kuantifikasi enzim yang bertanggung jawab pada proses resistensi. Keunggulah dari uji biokimia adalah informasi setatus kerentanan diperoleh lebih cepat dan dapat menunjukan mekanisme penurunan kerentanan (Resistensi dan toleransi) yang di ukur pada serangga secara individu.(Widiarti, 2002).
B.     Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat di tarik rumusan masalah bagaimana evektifitasbunuh larva Ae.aegyptidengan menggunakan abate dengan dosis tertentu.
C.    Tujuan,
Tujuan dari kegiatan bioassay larva adalah untuk mengetahui tempat hidup Ae. Aegypti. Selain itu juga untuk mengetahui tata cara kegiatan Bioassay secara benar dan mengetahui efektifitas dari insectisida yang digunakan.Serta mengetahui apa saja yang mempengaruhi hasil dari uji bioassay.

BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Tinjauan Pustaka.
Nyamuk Ae. aegypti terdapat pada daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia dalam garis lintang 35°LU dan 35°LS, dengan ketinggian wilayah kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Nyamuk Ae. aegypti berasal dari Afrika, khususnya Ethiopia. Penyebaran nyamuk Ae. aegypti ke seluruh dunia terjadi pada abad ke 19, yang disebabkan oleh meningkatnya penggunaan kapal dagang dalam perdagangan antar benua. Nyamuk Ae. aegypti pada awalnya hanya hidup di daerah tepi pantai, tetapi kemudian menyebar ke daerah pedalaman (Sumarmo, 1988).
Nyamuk Ae. aegyptibetina bersifat anthropofilik, karenanya lebih menyukai darah manusia daripada darah binatang. Nyamuk Ae. aegyptibetina menghisapdarah dengan tujuan mematangkan telur dalam tubuhnya. Nyamuk Ae. Aegyptibetina mempunyai kebiasaan menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (multiple bites) disebabkan sifat sensitif yang dimilikinya.Nyamuk Ae. aegyptibetina biasanya menggigit di dalam rumah dengan aktivitas menggigit antara pukul 09.00-10.00 dan pukul 16.00-17.00. Pada malam hari nyamuk Ae.aegypti(betina maupun jantan) beristirahat di dalam rumah pada benda-benda yang tergantung seperti pakaian, kelambu, kopiah, dan pada tempat-tempat gelap di dalam rumah (Sumarmo, 1988).
Tempat perkembangbiakan nyamuk Ae.aegyptiadalah penampungan air bersih di dalam rumah ataupun berdekatan dengan rumah, dan air bersih tersebut tidak bersentuhan langsung dengan tanah. Tempat perkembangbiakan tersebut berupa: Tempat penampungan air (TPA) yaitu tempat menampung air guna keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC dan ember. Selain itu juga dapat ditemukan ditempat yang biasa digunakan untuk menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum hewan piaraan, kaleng bekas, ban bekas, botol, pecahan gelas, vas bunga dan perangkap semut. Selain itu juga dapat ditemukan di lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang dan potongan bambu.
Aedes aegypti suka bertelur di air jernih yang tidak berpengaruh langsung dengan tanah dan lebih menyukai kontainer yang di dalam rumah dari pada di luar rumah. Hal ini disebabkan suhu di dalam rumah relative lebih stabil. Seekor nyamuk selama hidupnya dapat bertelur 4-5 kali dengan rata-rata jumlah telur berkisar 10 – 100 butir dalam sekali bertelur. Telur akan menetas dalam waktu 75 jam atau 3 sampai 4 hari dalam temperature antara 25-30 0C dengan kelembaban nisbi antara 75%-93%. Daya tahan telur terhadap pengaruh temperature sangat berarti, pada temperature 400C telur mampu bertahan selama 25 jam da pada temperatur 17 0C dapat bertahan selama 1 jam. Setelah perkembangan embrio sempurna telur dapat bertahan pada keadaan kering dalam waktu yang lama (lebih dari satu tahun) dan akan menetas bila wadah tergenang air.
Menurut Wakhyulianto (2005) telur dan larva nyamuk Ae. aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut:
1.      Telur Ae. aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0,08 mm dan berbentuk seperti sarang tawon.
2.      Larva Ae. aegypti mempunya ciri-ciri sebagai berikut
a.       Adanya corong udara pada segmen yang terakhir.
b.      Pada segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas (Palmatus hairs).
c.       Pada corong udara terdapat pectin.
d.      Sepasang rambut serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon).
e.       Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scalesebanyak 8-21 atau berjajar 1 sampai 3.
f.       Bentuk individu dari comb scale seperti duri.
g.      Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala.
Pada stadium larva ada 4 tingkatan perkembangan (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larva yaitu:
1.      Larva instar I; berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernapasan pada siphon belum jelas.
2.      Larva instar II; berukuran 2,5–3,5 mm, duri–duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.
3.      Larva instar III; berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna coklat kehitaman.
4.      Larva instar IV; berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.
Upaya untuk mengendalikan perkembangan nyamuk Ae.aegypti telah banyak dilakukan, antara lain dengan cara kimia, cara fisik dan pengendalian hayati. Sampai sekarang pengendalian nyamuk masih dititikberatkan pada penggunaan insektisida kimia. Akibat penggunaan insektisida yang berulang-ulang menimbulkan masalah baru yaitu membunuh serangga bukan target dan timbulnya resistensi vektor. Damar (1997 ) menyatakan bahwa, nyamuk Ae. aegypti sudah toleran terhadap insektisida kelompok sintetik pyrethroid. Kegiatan bioassay larva dilakukan agar mengetahui evektifitas dari insektisida yang digunakan. Uji bioassay adalah suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya bunuh insektisida baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik(Sugeng Abdullah, 2003).
Abate adalah nama dagang dari temephos, yang dari bahan jenis yaitu insektisida golongan organofosfat yang digunakan untuk memberantas jentik nyamuk. Temefos digunakan sejak tahun 1970 dalam bentuk granula pasir.Penggunaannya pada tempat penampungan air minum dan telah dinyatakan aman oleh WHO dan DepKes RI.(Fajar, 2009). Dosis evektif abate yang dibutuhkan untuk membunuh jentik nyamuk dalam air adalah 10 gr untuk 100 liter air. Sifat abate berbeda dengan DDT hal ini karena DDT (dikloro difenil tetrakloroetana) dapat terakumulasi di dalam tubuh, sedangkan abate tidak terakumulasi di dalam tubuh.
Pada dasarnya abate setelah ditaburkan kedalam penampung air, bubuk abate akan segera menempel di dinding penampung air, sehingga kadarnya di dalam air minum lebih rendah dibanding di dinding penampung air. Daya tempelnya mampu bertahan 2 sampai 3 bulan. Abate sebaiknya hanya diaplikasikan pada wadah penampungan air yang sulit dan jarang dikuras. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya keracunan abate terhadap manusia.
B.     Metode
Metode yang digunakan didalam pengujian abate terhadap larva nyamuk adalah metode bioassay. Bioassay yaitu uji efektifitas insectisida terhadap suatu  mikroorganisme, pada percobaan ini digunakan larva Ae. Aegypti yang sudah pada instar III.
C.    Bahan dan alat
1.      Bahan
1.1  telur nyamuk Ae. aegypti
1.2  larva nyamuk Ae.  Aegypti instar III
1.3  air
1.4  ABATE
1.5  Dog food
2.      Alat

2.1     paper cup ( 3 buah)
2.2     pipet larva
2.3     pH meter
2.4     label
2.5     termometer ruangan
2.6     timbangan analitik
2.7     tabung krus
2.8     labu ukur
2.9     enamel
2.10 becker glass
2.11 pengaduk
2.12 mortir



D.    Cara Kerja
1.      Penetasan telur dilakukan dengan cara :
a)      Siapkan alat dan bahan yang akan di gunakan,
b)      Isi enamel dengan air hingga penuh,
c)      Masukan telur nyamuk kedalam enamel,
d)     Biarkan telur selama 24 telur akan menetas.
e)      Amati Perkembanganya setiap harinya sampai larva nyamuk siap untuk di lakukan bioassay larva, yaitu pada instar III.
2.      Bioassay :
a)         Tentukan dosis 1mg/200ml, 3mg/200ml, 5mg/200ml, 7mg/200ml, 9mg/200ml,
b)        Menyiapkan air sebanyak 200ml, di ukur menggunakan labu ukur,
c)         Masukan air kedalam paper cup sebanyak 200ml
d)        Menimbang Abate sebanyak 1 mg, 3mg, 5mg, 7mg, 9mg, menggunakan timbangan analitik, caranya : masukan terlebih dahulu tabung krus kemudian nyalakan timbangan ubah masa jenisnya dari gram ke miligram, masukan abate untuk di timbang secara perlahan.
e)         Campurkan masing – masing abate dengan air yang telah di masukan ke papercup, tanpa di aduk,
f)         Masukan larva 10 ekor ke dalam masing-masing kontainer,
g)        Ukur pH dan suhu air perkembangan air,
h)        Larva di beri makan dogfood yang telah dihaluskan menggunakan mortir,cukup 1 pucuk pengaduk,
i)          Ukur suhu ruangan,
j)          Perlakuan di lakukan selama 24 jam,
k)        Setelah 24 jam perlakuan di hitung jumlah larva yang mati,
l)          Ukur pH dan suhu air perkembagan larva,
m)      Ukur suhu ruangan.

BAB III
ISI

A.    Hasil.
A.I. Penetasan Telur Nyamuk.
Pada hari jum’at dan sabtu, tanggal 17-18 desember 2010 larva memasuki instar I dan ada pula yang baru menetas. Hari minggu-senin, 19-20 desember 2010 larva memesuki instar II ukuran larva sudah mulai bertambah besar dan harus di beri makan dengan dog food, hari rabu tanggal 22 desember 2010 larva nyamuk sudah memasuki instar III dan siap dilakukan Bioassay.
A.II. Uji Bioassay Larva.
Suhu ruangan sebelum perlakuan uji bioassay adalah 27 0C, dan setelah kegiatan uji bioassay adalah 28 0C.
Tabel II.a. sebelum perlakuan
No
Dosis mg/ml
pH
Rata-rata
Suhu
Rata-rata
CI
CII
CIII
CI
CII
CIII
1
1/200
6,18
6,14
6,21
6,17
26,8
26,8
27,2
26,9
2
3/200
6,12
6,26
6,2
6,19
26,8
27,3
27,1
27,1
3
5/200
6,16
6,21
6,16
6,18
27,1
27,2
27
27,1
4
7/200
6,05
6,16
6,12
6,11
26,9
27,9
26,7
26,9
5
9/200
6,23
6,11
6,16
6,17
26,9
26,8
26,8
26,8
6
kontrol
5,97
6,05
6,28
6,10
26
26,1
26,1
26,1


Tabel II.b. sesudah perlakuan

No
Dosis mg/ml
pH
Rata-rata
Suhu
Rata-rata
CI
CII
CIII
CI
CII
CIII
1
1/200
6,85
6,91
6,74
6,83
26,7
26,8
26,9
26,8
2
3/200
6,97
7,15
7,00
7,04
26,8
26,8
27
26,8
3
5/200
7,16
7,08
7,21
7,15
27,1
27,1
27
27,1
4
7/200
7,00
6,85
7,05
6,97
26,9
27
27
27,0
5
9/200
6,85
6,93
6,86
6,88
26,8
26,9
26,9
26,9
6
kontrol
6,59
7,89
7,87
7,45
26,9
27,2
27,1
27,1


Tabel II.c. kematian larva setelah 24 jam perlakuan

No
Dosis mg/ml
∑ larva
∑ kematian larva
Rata-rata
Prosentase %
C I
C II
C III
1
1/200
10
10
10
10
10
100%
2
3/200
10
10
10
10
10
100%
3
5/200
10
10
10
10
10
100%
4
7/200
10
10
10
10
10
100%
5
9/200
10
10
8
10
93
93%
6
kontrol
10
-
-
-
-
-

Dari percobaan uji bioassay terhadap larva nyamuk diketahui pada dosis Abate 1 mg yang dicampurkan dengan 200 ml air dan di masukan larva nyamuk 10 ekor, diperoleh suhu rata-rata sebelum perlakuan yaitu 26,90C dan sesudah perlakuan  yaitu 26,8 0C, hal ini menunjukan adanya penurunan suhu air sebesar 0,1 0C. sedangkan pada pH air rata-rata sebelum perlakuan adalah 6,18 dan setelah perlakuan adalah 6,83, jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat kenaikan pH sebesar 0,65. Selain itu prosentase kematian larva nyamuk yaitu 100%.
Dari percobaan uji bioassay terhadap larva nyamuk diketahui pada dosis Abate 3 mg yang dicampurkan dengan 200 ml air dan di masukan larva nyamuk 10 ekor, diperoleh suhu rata-rata sebelum perlakuan yaitu 27,10C dan sesudah perlakuan  yaitu 26,8 0C, hal ini menunjukan adanya penurunan suhu air sebesar 0,3 0C. sedangkan pada pH air rata-rata sebelum perlakuan adalah 6,19 dan setelah perlakuan adalah 7,04, jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan pH sebesar 0,85. Selain itu prosentase kematian larva nyamuk yaitu 100%.
Dari percobaan uji bioassay terhadap larva nyamuk diketahui pada dosis Abate 5 mg yang dicampurkan dengan 200 ml air dan di masukan larva nyamuk 10 ekor, diperoleh suhu rata-rata sebelum perlakuan yaitu 27,10C dan sesudah perlakuan  yaitu 27,1 0C, hal ini menunjukan tidak terdapat perunahan suhu. sedangkan pada pH air rata-rata sebelum perlakuan adalah 6,18 dan setelah perlakuan adalah 7,15, jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat kenaikan pH sebesar 0,97. Selain itu prosentase kematian larva nyamuk yaitu 100%.
Dari percobaan uji bioassay terhadap larva nyamuk diketahui pada dosis Abate7 mg yang dicampurkan dengan 200 ml air dan di masukan larva nyamuk 10 ekor, diperoleh suhu rata-rata sebelum perlakuan yaitu 26,90C dan sesudah perlakuan  yaitu 27,00C, hal ini menunjukan adanya kenaikan suhu air sebesar 0,1 0C. sedangkan pada pH air rata-rata sebelum perlakuan adalah 6,11dan setelah perlakuan adalah 6,97, jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat kenaikan pH sebesar 0,86. Selain itu prosentase kematian larva nyamuk yaitu 100%.
Dari percobaan uji bioassay terhadap larva nyamuk diketahui pada dosis Abate 9 mg yang dicampurkan dengan 200 ml air dan di masukan larva nyamuk 10 ekor, diperoleh suhu rata-rata sebelum perlakuan yaitu 26,80C dan sesudah perlakuan  yaitu 26,9 0C, hal ini menunjukan adanya kenaikan suhu air sebesar 0,1 0C. sedangkan pada pH air rata-rata sebelum perlakuan adalah 6,17dan setelah perlakuan adalah 6,88, jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat kenaikan pH sebesar 0,71. Selain itu prosentase kematian larva nyamuk yaitu 93%, hal ini dikarenakan ditemuakan karva nyamuk yang masih hidup 3% dari jumlah keseluruhan larva.
Sedangkan pada kelompok control yang tidak dilakukan uji bioassay diperoleh suhu rata-rata sebelum perlakuan yaitu 26,10C dan sesudah perlakuan  yaitu 27,1 0C, hal ini menunjukan adanya kenaikan suhu air sebesar 1 0C. sedangkan pada pH air rata-rata sebelum perlakuan adalah 6,18 dan setelah perlakuan adalah 7,45, jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat kenaikan pH sebesar 0,65. Selain itu prosentase kematian larva nyamuk yaitu 0%.

B.     Pembahsan.
Dari hasil tersebut terdapat beberapa factor yang mempengaruhi dari hasil bioassay yang dilakukan terhadap larva nyamuk. Factor-faktor tersebut seperti Suhu, pH, Penakaran air sebagai tempat perindukan, Pemberian makanan, Larva resisten, Zat kimia, Larva nyamuk dan Kesalahan manusia.
B.I. Suhu.
Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan Aedes aegypti.Nyamuk Aedes akan meletakkan telurnya pada temperature udara sekitar 200C – 300C. Telur yang diletakkan dalam air akan menetas pada 1 sampai 3 hari pada suhu 300C, tetapi pada suhu udara 160C dibutuhkan waktu selama 7 hari. Nyamuk dapat hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismanya menurun atau bahkan berhenti apabila suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu lebih tinggi dari 350C juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologi, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25-270C. Pertumbuhannyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 100C atau lebih dari 400C.
Dari hasil pengukuran terhadap suhu perindukan nyamuk pada dosis abate sebagai berikut:
No
Dosis mg/ml
Suhu sebelum0C
Rata-rata
Suhu sesudah0C
Rata-rata
CI
CII
CIII
CI
CII
CIII
1
1/200
26,8
26,8
27,2
26,9
26,7
26,8
26,9
26,8
2
3/200
26,8
27,3
27,1
27,1
26,8
26,8
27
26,8
3
5/200
27,1
27,2
27
27,1
27,1
27,1
27
27,1
4
7/200
26,9
27,9
26,7
26,9
26,9
27
27
27,0
5
9/200
26,9
26,8
26,8
26,8
26,8
26,9
26,9
26,9
6
Kontrol
26
26,1
26,1
26,1
26,9
27,2
27,1
27,1
Dari hasil pengukuran suhu tersebut dapat diketahui bahwa perubahan suhu yang terjadi tidak melebihi dari 1 0C, jadi suhu yang ada masih sesuai untuk perindukan dari larva nyamuk karena suhu yang ada adalah dari interval 26,1 0C sampai dengan 27,1 0C, dan masih sesuai untuk perindukan nyamuk.
B.II. pH.
Menurut Sukamsih (2006) kehidupan larva Aedes Aegypti pada air peridukan bias bertahan hidup sampai dengan menetas menjadi nyamuk dewasa pada kisaran pH 4,4 sampai dengan pH 9,3. Sedangkan pada pengukuran pH pada praktikum, diperoleh hasil.Seperti berikut.

No
Dosis mg/ml
pH sebelum
Rata-rata
pH sesudah
Rata-rata
CI
CII
CIII
CI
CII
CIII
1
1/200
6,18
6,14
6,21
6,17
6,85
6,91
6,74
6,83
2
3/200
6,12
6,26
6,2
6,19
6,97
7,15
7,00
7,04
3
5/200
6,16
6,21
6,16
6,18
7,16
7,08
7,21
7,15
4
7/200
6,05
6,16
6,12
6,11
7,00
6,85
7,05
6,97
5
9/200
6,23
6,11
6,16
6,17
6,85
6,93
6,86
6,88
6
Kontrol
5,97
6,05
6,28
6,10
6,59
7,89
7,87
7,45
Dari hasil pengukuran pH air yang dilakukan di di tempat perkembangbiakan larva nyamuk diperoleh hasil tidak ada perubahan pH melebihi 0,97. Jadi pH yang terdapat pada perindukan masih sesuai. Hal ini karena ph yang ada berkisar 6,10 sampai dengan 7,45. Jadi dapat disimpulkan bahwa pH perindukan masih dalam ambang batas.
B.III. Penakaran Air.
Penakaran air pada proses uji bioassay sangat mempengaruhi terhadap hasil pengujian. Hal ini karena didalam pengukuran air akan mempengaruhi hasil larutan yang diperoleh. Misalnya saja jika volume air yang di ukur melebihi batas yang di persaratkan maka akan menghasilkan larutan yang encer sehingga evektifitas dari larvasida (Abate) berkurang. Selain itu jika volume air yang diukur kurang dari batas yang dipersaratkan, maka larutan yang diperoleh menjadi pekat dan memiliki evektfitas larvasida yang tinggi yang dapat mengakibatkan kematian larfa secara cepat.Pengukuran air haruslah sesuai,sehingga hasil yang diperoleh sesuai untuk melarutkan larvasida.



B.IV. Pemberian Makana.
Pemberian makanan juga akan mempengaruhi dari hasi uji bioassay terhadap larva nyamuk. Hal ini karena jika didalam pemberian makanan terhadap larva nyamuk terlalu banyak akan mengakibatkan perubahan pH air akibat zat-zat yang terkandung didalam makanan yang digunakan untuk memberi makan larva. Oleh karena itu, jika pemberian makanan lerlalu banyak maka dapat mengakibatkan perubahan pH air yang ada, sehingga dapat mengakibatkan kematian bagi larva nyamuk.
B.V. Larva Resisten.
Larva resisten juga dapat mempengaruhi dari hasil uji bioassay terhadap larva nyamuk. Hal ini karena jika larva nyamuk yang ada sudah resisten terhadap larvasida yang akan mengakibatkan larvasida yang ada tidak mempengaruhi keberadaan nyamuk dan mengakibatkan nyamuk tersebut masih tetap hidup meskipun sudah diberikan larvasida pada perindukannya.Dan hasil yang diperoleh tidak sesuai harapan.Untuk itu kegiatan bioassay dilakukan agar mengetahui apakah larva nyamuk yang ada sudah resisten atau tidak.
B.VI. Zat Kimia.
Kualitas dari zat kimia juga dapat mempengruhi dari hasi uji bioassay terhadap larva nyamuk. Hal ini karena jika kualitas zat kimia atau larvasida dalam keadaan baik dan masih sesuai, maka hasil dari uji tersebut akan berhasil serta daya bunuh dari larva sesuai dengan dosis. Tetapi jika zat kimia yang digunakan sudah tidak sesuai, maka akan mempengaruhi dari hasil uji bioassay larva. Karena jika kualitas larvasida yang ada kurang baik akan mengakibatkan daya bunuh larva berkurang dan hasil ujinya mengalami ketidak sempurnaan.


B.VII.Larva Nyamuk.
Larva nyamuk juga akan mempengaruhi dari uji larvasida terhadap larva nyamuk. Jika didalam uji tersebut tudak menggunakan larva yang sehat, maka akan mengakibatkan larva tersebut akan cepat mati. Sehingga hasil dari uji bioassay yang dilakukan dapat dikatakan gagal. Untuk itu untuk bioassay larva nyamuk sebaiknya mengunakan larva nyamuk yang masih sehat (Masih terlihat aktif, memiliki ukuran + 0,5 cm). agar uji yang dilakukan dapat sesuai dengan persaratan.
B.VIII.Kesalahan Manusia.
Faktor kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil dari bioassay.Hal ini karena didalam pengujian larvasida terhadap larva nyamuk dilakukan oleh manusia, sehingga kegagalanpu dapat teerjadi. Misalnya pada proses penimbangan larvasida yang tidak teliti, pengukuran air yang tidak sesuai, pengukuran suhu dan pH yang tidak akurat, pengambilan larva yang kurang hati-hati, akan mempengauhi hasil akhir dari uji bioassay larva tersebut. Untuk itu factor kesalahan manusia adalah factor yang lebih berpengaruh terhadap hasil uji bioassay tersebut.
Untuk itu factor-faktor tersebut harus diminimalisir agar uji bioassay terhadap larva nyamuk menggunakan larvasida abate dapat berjalan secara lancar. Sehingga hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut sesuai dengan harapan.Dan tidak terjadi kesalahan terhadap uji bioassay tersebut.




BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan.
Dari kegiatan pengujian larvasida (Abate) dengan dosis tertentu terhadap larva nyamuk pada instar III, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.      Nyamuk Aedes aegyptibanyak di temukan hidup di daerah pemukiman manusia, hal ini karena nyamuk Aedes aegyptibersifat anthropofilik, karenanya lebih menyukai darah manusia dari pada darah binatang. Sehingga Aedes aegyptidapat menjadi vector penyakit yaitu DBD.
2.      Abate adalah nama dagang dari temephos, yang dari bahan jenis yaitu insektisida golongan organofosfat yang digunakan untuk memberantas jentik nyamuk. Temefos digunakan sejak tahun 1970 dalam bentuk granula pasir.
3.      Uji bioassay adalah suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya bunuh insektisida baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik. Sehingga diketahui apakah nyamuk sudah resisten terhadap larvasida yang digunakan atau tidak.
4.      Factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan larvasida seperti Suhu, pH, Penakaran air sebagai tempat perindukan, Pemberian makanan, Larva resisten, Zat kimia, Larva nyamuk dan Kesalahan manusia.
5.      Untuk menghindari kegagalan didalam uji bioassay maka harus dilakukan pengujian secara hati-hati dan dengan teliti agar hasil yang diperoleh sesuai.

B.     Saran.
1.      Untuk menghindari kegagalan dari uji bioassay maka perlu dilakukan engujian secara teliti agar hasil yang diperoleh sesuai.
2.      Kesalahan manusia merupakan factor yang berpengaruh dari uji bioassay tersebut.
3.      Pemahaman materi tentang bioassay juga harus dilakukan agar uji yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan harapan.
DAFTAR PUSTAKA

Anton Sitio.2008. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Dan Kebiasaan Keluarga Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Medan Perjuangankota Medan Tahun 2008. Tesis. Semarang:UNDIP.
Fajar, 2009. Amankah Abate Untuk Manusia. www.wartamedika.com. Diakses Pada 24 Desember 2010. Pada Pukul 13.00.WIB.

Sugeng Abdulah. 2003. Bioassay Kontak. http://gurumuda.com/bse/kesehatan-masyarakat. Diakses Pada 24 Desember 2010 Pada pukul 12.30 WIB.

Sukamsih. 2006. Perbedaan Berbagai pH Air Terhadap Kehidupan Larva Nyamuk Aedes Aegypti Di Laboratorium Balai Besar Penelitian Vektor Dan Reservoir Penyakita Salatiga Tahun 2005.  http://eprints.undip.ac.id/4762/1/2884.pdf. Diakses Pada 26 Desember 2010.Pukul 18.30 WIB.
Sumarmo. 1988. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. Jakarta: UI PRESS
Upik Kesumawati Hadi, Susi Soviana. 2000. Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosisdan Pengendaliannya. Bogor: IPB
Wahyono, S., P. Rahayu, Y. Widyastuti. 2003.Uji Larvasida Ekstrak EtanolRimpang Dringgo (Acorus calamus L.) Terhadap Aedes aegepty, Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XIII, Jakarta,
Wakhyulianto. 2005. Uji Daya Bunuh Ekstrak Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L) Terhadap Nyamuk (Aedes Aegypti). SKRIPSI. Semarang:FIK.