Untuk Download Artikel Klik Gambar
Andie Hermawan
Selamat Datang Di Andie Hermawan blog's
Kamis, 10 Januari 2013
Laporan Praktikum Kesehatan Lingkungan
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT
UJI BIOASSAY TERHADAP LARVA
NYAMUK Aedes
aegypti
Disusun
Oleh :
Andi
Hermawan
B1003004
PROGRAM
STUDI D III KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK
BANJARNEGARA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda yang berperan sebagai
vector penyakit arthropod-born viral disease.Contoh spesies nyamuk yang
berperan sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease adalah Aedes
aegypti (Ae.aegypti). Nyamuk Ae. aegyptiberperan sebagai
vektor penyakit demam berdarah dengue (Wakhyulianto. 2005).
Penyakit yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, sampai sekarang belum ditemukan
obat atau vaksinnya, sehingga salah satu cara pengendaliannya adalah dengan
memberantas vektor penyakit. Nyamuk Ae. aegyptiyang hidup disekitar manusia
terutama banyak dijumpai didaerah padat penduduk. Nyamuk akan menjadi vektor
apabila nyamuk tersebut antara lain berumur sekitar 14 hari. Hal tersebut erat kaitannya
dengan masa inkubasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk yang berkisar antara
11–14 hari.
Upaya pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian penyakit arthropod-born
viral disease telah banyak dilakukan.Pengendalian tersebut meliputi
pengendalian fisik, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi, pengendalian
genetik dan pengendalian terpadu. Pengendalian fisik dengan mengelola
lingkungan sehingga keadaan lingkungan tidak sesuai bagi perkembangbiakan nyamuk,
pengendalian hayati dengan memanfaatkan organisme predator dan patogen,
pengendalian kimiawi dengan menggunakan insektisida untuk membunuh nyamuk,
pengendalian genetic dilakukan dengan menyebarkan pejantan mandul ke dalam
ekosistem, dan pengendalian terpadu dilakukan dengan menggabungkan berbagai
teknik pengendalian yang ada (Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana, 2000).
Pemberantasan vektor dengan menggunakan
insektisidamerupakan salah satu program pengendalian penyakit yang ditularkan
vektor (demam berdarah). Insektisida yang digunakan biasanya hanya berdasarkan
hasil uji coba terhadap satu spesies saja nyamuk vektor dan pada kondisi satu
daerah saja, sedang indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan keragaman
ekosistem kepekaan nyamuk vektorpun mungkin berbeda dari satu daerah dengan
daerah lainnya. Selain itu akibat penggunaan insektisida kimia yang
berulang-ulang menimbulkan masalah baru yaitu membunuh serangga bukan target
dan timbulnya resistensi vektor terhadap insektisida.
Untuk
itu dilakukan pengujian terhadap insektisida yang di gunakan untuk melakukan
pengendalian.Apakah insektisida tersebut masih bias di gunakan untuk membrantas
vector atau sudah resisten. Uji biokimia adalah uji resistensi nyamuk terhadap
insektisida yang sangat esensial berdasarkan kuantifikasi enzim yang
bertanggung jawab pada proses resistensi. Keunggulah dari uji biokimia adalah
informasi setatus kerentanan diperoleh lebih cepat dan dapat menunjukan
mekanisme penurunan kerentanan (Resistensi dan toleransi) yang di ukur pada
serangga secara individu.(Widiarti, 2002).
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan
latar belakang di atas dapat di tarik rumusan masalah bagaimana evektifitasbunuh larva Ae.aegyptidengan menggunakan abate dengan dosis tertentu.
C. Tujuan,
Tujuan dari kegiatan
bioassay larva adalah untuk mengetahui tempat hidup Ae. Aegypti. Selain itu juga
untuk mengetahui tata cara kegiatan Bioassay secara benar dan mengetahui
efektifitas dari insectisida yang digunakan.Serta mengetahui apa saja yang
mempengaruhi hasil dari uji bioassay.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka.
Nyamuk
Ae. aegypti terdapat pada daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia
dalam garis lintang 35°LU dan 35°LS, dengan ketinggian wilayah kurang dari 1000
meter di atas permukaan air laut. Nyamuk Ae. aegypti berasal dari
Afrika, khususnya Ethiopia. Penyebaran nyamuk Ae. aegypti ke seluruh
dunia terjadi pada abad ke 19, yang disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
kapal dagang dalam perdagangan antar benua. Nyamuk Ae. aegypti pada
awalnya hanya hidup di daerah tepi pantai, tetapi kemudian menyebar ke daerah
pedalaman (Sumarmo, 1988).
Nyamuk Ae. aegyptibetina bersifat anthropofilik, karenanya
lebih menyukai darah manusia daripada darah binatang. Nyamuk Ae. aegyptibetina
menghisapdarah dengan tujuan mematangkan telur dalam tubuhnya. Nyamuk Ae. Aegyptibetina
mempunyai kebiasaan menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu
singkat (multiple bites) disebabkan sifat sensitif yang dimilikinya.Nyamuk
Ae. aegyptibetina biasanya menggigit di dalam rumah dengan aktivitas menggigit
antara pukul 09.00-10.00 dan pukul 16.00-17.00. Pada malam hari nyamuk Ae.aegypti(betina
maupun jantan) beristirahat di dalam rumah pada benda-benda yang tergantung seperti
pakaian, kelambu, kopiah, dan pada tempat-tempat gelap di dalam rumah (Sumarmo,
1988).
Tempat perkembangbiakan nyamuk Ae.aegyptiadalah penampungan air
bersih di dalam rumah ataupun berdekatan dengan rumah, dan air bersih tersebut
tidak bersentuhan langsung dengan tanah. Tempat perkembangbiakan tersebut
berupa: Tempat penampungan air (TPA) yaitu tempat menampung air guna keperluan sehari-hari
seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC dan ember. Selain itu juga dapat
ditemukan ditempat yang biasa digunakan untuk menampung air tetapi bukan untuk
keperluan sehari-hari seperti tempat minum hewan piaraan, kaleng bekas, ban
bekas, botol, pecahan gelas, vas bunga dan perangkap semut. Selain itu juga
dapat ditemukan di lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa,
kulit kerang, pangkal pohon pisang dan potongan bambu.
Aedes
aegypti suka bertelur di air jernih yang tidak berpengaruh
langsung dengan tanah dan lebih menyukai kontainer yang di dalam rumah dari
pada di luar rumah. Hal ini disebabkan suhu di dalam rumah relative lebih
stabil. Seekor nyamuk selama hidupnya dapat bertelur 4-5 kali dengan rata-rata
jumlah telur berkisar 10 – 100 butir dalam sekali bertelur. Telur akan menetas
dalam waktu 75 jam atau 3 sampai 4 hari dalam temperature antara 25-30 0C
dengan kelembaban nisbi antara 75%-93%. Daya tahan telur terhadap pengaruh
temperature sangat berarti, pada temperature 400C telur mampu
bertahan selama 25 jam da pada temperatur 17 0C dapat bertahan
selama 1 jam. Setelah perkembangan embrio sempurna telur dapat bertahan pada
keadaan kering dalam waktu yang lama (lebih dari satu tahun) dan akan menetas
bila wadah tergenang air.
Menurut
Wakhyulianto (2005) telur dan larva nyamuk
Ae. aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut:
1. Telur
Ae. aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0,08 mm dan berbentuk seperti
sarang tawon.
2. Larva
Ae. aegypti mempunya ciri-ciri sebagai berikut
a. Adanya
corong udara pada segmen yang terakhir.
b. Pada
segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas (Palmatus
hairs).
c. Pada
corong udara terdapat pectin.
d. Sepasang
rambut serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon).
e. Pada
setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scalesebanyak
8-21 atau berjajar 1 sampai 3.
f. Bentuk
individu dari comb scale seperti duri.
g. Pada
sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya
sepasang rambut di kepala.
Pada
stadium larva ada 4 tingkatan perkembangan (instar) larva sesuai dengan
pertumbuhan larva yaitu:
1. Larva
instar I; berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum
jelas dan corong pernapasan pada siphon belum jelas.
2. Larva
instar II; berukuran 2,5–3,5 mm, duri–duri belum jelas, corong kepala
mulai menghitam.
3. Larva
instar III; berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan corong
pernapasan berwarna coklat kehitaman.
4. Larva
instar IV; berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.
Upaya untuk mengendalikan perkembangan nyamuk Ae.aegypti
telah banyak dilakukan, antara lain dengan cara kimia, cara fisik dan
pengendalian hayati. Sampai sekarang pengendalian nyamuk masih dititikberatkan
pada penggunaan insektisida kimia. Akibat penggunaan insektisida yang
berulang-ulang menimbulkan masalah baru yaitu membunuh serangga bukan target
dan timbulnya resistensi vektor. Damar (1997 ) menyatakan bahwa, nyamuk Ae.
aegypti sudah toleran terhadap insektisida kelompok sintetik pyrethroid. Kegiatan bioassay
larva dilakukan agar mengetahui evektifitas dari insektisida yang digunakan.
Uji bioassay adalah suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya bunuh
insektisida baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik(Sugeng Abdullah, 2003).
Abate
adalah nama dagang dari temephos, yang dari bahan jenis yaitu insektisida
golongan organofosfat yang digunakan untuk memberantas jentik nyamuk. Temefos digunakan sejak tahun 1970 dalam bentuk granula
pasir.Penggunaannya
pada tempat penampungan air minum dan telah dinyatakan aman oleh WHO dan DepKes
RI.(Fajar, 2009). Dosis evektif abate yang dibutuhkan untuk membunuh jentik
nyamuk dalam air adalah 10 gr untuk 100 liter air. Sifat abate berbeda dengan
DDT hal ini karena DDT (dikloro difenil tetrakloroetana) dapat terakumulasi di
dalam tubuh, sedangkan abate tidak terakumulasi di dalam tubuh.
Pada dasarnya abate setelah
ditaburkan kedalam penampung air, bubuk abate akan segera menempel di dinding
penampung air, sehingga kadarnya di dalam air minum lebih rendah dibanding di
dinding penampung air. Daya tempelnya mampu bertahan 2 sampai 3 bulan. Abate
sebaiknya hanya diaplikasikan pada wadah penampungan air yang sulit dan jarang
dikuras. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya keracunan abate
terhadap manusia.
B.
Metode
Metode
yang digunakan didalam
pengujian abate terhadap larva nyamuk adalah metode bioassay. Bioassay yaitu uji
efektifitas insectisida terhadap suatu
mikroorganisme, pada
percobaan ini digunakan larva Ae. Aegypti
yang sudah pada instar III.
C.
Bahan
dan alat
1.
Bahan
1.1 telur
nyamuk Ae. aegypti
1.2 larva
nyamuk Ae. Aegypti instar III
1.3 air
1.4 ABATE
1.5 Dog
food
2. Alat
2.1 paper
cup ( 3 buah)
2.2 pipet
larva
2.3 pH
meter
2.4 label
2.5 termometer
ruangan
2.6 timbangan
analitik
2.7 tabung
krus
2.8 labu
ukur
2.9 enamel
2.10 becker
glass
2.11 pengaduk
2.12 mortir
D.
Cara
Kerja
1.
Penetasan
telur dilakukan dengan cara :
a) Siapkan
alat dan bahan yang akan di gunakan,
b) Isi
enamel dengan air hingga penuh,
c) Masukan
telur nyamuk kedalam enamel,
d) Biarkan telur selama 24 telur akan
menetas.
e) Amati Perkembanganya setiap harinya sampai larva nyamuk
siap
untuk di lakukan bioassay larva,
yaitu pada instar III.
2.
Bioassay
:
a)
Tentukan dosis 1mg/200ml, 3mg/200ml,
5mg/200ml, 7mg/200ml, 9mg/200ml,
b)
Menyiapkan air sebanyak 200ml, di ukur
menggunakan labu ukur,
c)
Masukan air kedalam paper cup sebanyak 200ml
d)
Menimbang Abate sebanyak 1 mg, 3mg, 5mg,
7mg, 9mg, menggunakan timbangan analitik, caranya : masukan terlebih dahulu
tabung krus kemudian nyalakan timbangan ubah masa jenisnya dari gram ke
miligram, masukan abate untuk di timbang secara perlahan.
e)
Campurkan masing – masing abate dengan
air yang telah di masukan ke papercup, tanpa di aduk,
f)
Masukan larva 10 ekor ke dalam
masing-masing kontainer,
g)
Ukur pH dan suhu air perkembangan air,
h)
Larva di beri makan dogfood yang telah
dihaluskan menggunakan mortir,cukup 1 pucuk pengaduk,
i)
Ukur suhu ruangan,
j)
Perlakuan di lakukan selama 24 jam,
k)
Setelah 24 jam perlakuan di hitung
jumlah larva yang mati,
l)
Ukur pH dan suhu air perkembagan larva,
m) Ukur
suhu ruangan.
BAB
III
ISI
A. Hasil.
A.I.
Penetasan Telur Nyamuk.
Pada
hari jum’at dan sabtu, tanggal 17-18 desember 2010 larva memasuki instar I dan ada pula yang baru menetas.
Hari minggu-senin, 19-20 desember
2010 larva
memesuki instar II ukuran
larva sudah mulai bertambah besar dan harus di beri makan dengan dog food,
hari rabu tanggal 22 desember
2010 larva nyamuk sudah memasuki instar III dan siap dilakukan
Bioassay.
A.II. Uji Bioassay Larva.
Suhu
ruangan sebelum perlakuan uji bioassay adalah 27 0C, dan setelah
kegiatan uji bioassay adalah 28 0C.
Tabel
II.a. sebelum
perlakuan
No
|
Dosis
mg/ml
|
pH
|
Rata-rata
|
Suhu
|
Rata-rata
|
||||
CI
|
CII
|
CIII
|
CI
|
CII
|
CIII
|
||||
1
|
1/200
|
6,18
|
6,14
|
6,21
|
6,17
|
26,8
|
26,8
|
27,2
|
26,9
|
2
|
3/200
|
6,12
|
6,26
|
6,2
|
6,19
|
26,8
|
27,3
|
27,1
|
27,1
|
3
|
5/200
|
6,16
|
6,21
|
6,16
|
6,18
|
27,1
|
27,2
|
27
|
27,1
|
4
|
7/200
|
6,05
|
6,16
|
6,12
|
6,11
|
26,9
|
27,9
|
26,7
|
26,9
|
5
|
9/200
|
6,23
|
6,11
|
6,16
|
6,17
|
26,9
|
26,8
|
26,8
|
26,8
|
6
|
kontrol
|
5,97
|
6,05
|
6,28
|
6,10
|
26
|
26,1
|
26,1
|
26,1
|
Tabel
II.b. sesudah
perlakuan
No
|
Dosis
mg/ml
|
pH
|
Rata-rata
|
Suhu
|
Rata-rata
|
||||
CI
|
CII
|
CIII
|
CI
|
CII
|
CIII
|
||||
1
|
1/200
|
6,85
|
6,91
|
6,74
|
6,83
|
26,7
|
26,8
|
26,9
|
26,8
|
2
|
3/200
|
6,97
|
7,15
|
7,00
|
7,04
|
26,8
|
26,8
|
27
|
26,8
|
3
|
5/200
|
7,16
|
7,08
|
7,21
|
7,15
|
27,1
|
27,1
|
27
|
27,1
|
4
|
7/200
|
7,00
|
6,85
|
7,05
|
6,97
|
26,9
|
27
|
27
|
27,0
|
5
|
9/200
|
6,85
|
6,93
|
6,86
|
6,88
|
26,8
|
26,9
|
26,9
|
26,9
|
6
|
kontrol
|
6,59
|
7,89
|
7,87
|
7,45
|
26,9
|
27,2
|
27,1
|
27,1
|
Tabel
II.c. kematian larva
setelah 24 jam perlakuan
No
|
Dosis
mg/ml
|
∑
larva
|
∑
kematian larva
|
Rata-rata
|
Prosentase
%
|
||
C
I
|
C
II
|
C
III
|
|||||
1
|
1/200
|
10
|
10
|
10
|
10
|
10
|
100%
|
2
|
3/200
|
10
|
10
|
10
|
10
|
10
|
100%
|
3
|
5/200
|
10
|
10
|
10
|
10
|
10
|
100%
|
4
|
7/200
|
10
|
10
|
10
|
10
|
10
|
100%
|
5
|
9/200
|
10
|
10
|
8
|
10
|
93
|
93%
|
6
|
kontrol
|
10
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Dari
percobaan uji bioassay terhadap larva nyamuk diketahui pada dosis Abate 1 mg
yang dicampurkan dengan 200 ml air dan di masukan larva nyamuk 10 ekor,
diperoleh suhu rata-rata sebelum perlakuan yaitu 26,90C dan sesudah perlakuan yaitu 26,8 0C, hal ini menunjukan
adanya penurunan suhu air sebesar 0,1 0C. sedangkan pada pH air
rata-rata sebelum perlakuan adalah 6,18 dan setelah perlakuan adalah 6,83, jadi
dapat disimpulkan bahwa terdapat kenaikan pH sebesar 0,65. Selain itu
prosentase kematian larva nyamuk yaitu 100%.
Dari
percobaan uji bioassay terhadap larva nyamuk diketahui pada dosis Abate 3 mg
yang dicampurkan dengan 200 ml air dan di masukan larva nyamuk 10 ekor,
diperoleh suhu rata-rata sebelum perlakuan yaitu 27,10C dan sesudah perlakuan yaitu 26,8 0C, hal ini menunjukan
adanya penurunan suhu air sebesar 0,3 0C. sedangkan pada pH air
rata-rata sebelum perlakuan adalah 6,19 dan setelah perlakuan adalah 7,04, jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan pH
sebesar 0,85. Selain itu prosentase kematian larva nyamuk yaitu 100%.
Dari
percobaan uji bioassay terhadap larva nyamuk diketahui pada dosis Abate 5 mg
yang dicampurkan dengan 200 ml air dan di masukan larva nyamuk 10 ekor,
diperoleh suhu rata-rata sebelum perlakuan yaitu 27,10C dan sesudah
perlakuan yaitu 27,1 0C, hal
ini menunjukan tidak terdapat perunahan suhu. sedangkan pada pH air rata-rata
sebelum perlakuan adalah 6,18 dan setelah perlakuan adalah 7,15, jadi dapat
disimpulkan bahwa terdapat kenaikan pH sebesar 0,97. Selain itu prosentase
kematian larva nyamuk yaitu 100%.
Dari
percobaan uji bioassay terhadap larva nyamuk diketahui pada dosis Abate7 mg
yang dicampurkan dengan 200 ml air dan di masukan larva nyamuk 10 ekor,
diperoleh suhu rata-rata sebelum perlakuan yaitu 26,90C
dan sesudah perlakuan yaitu 27,00C,
hal ini menunjukan adanya kenaikan suhu air sebesar 0,1 0C.
sedangkan pada pH air rata-rata sebelum perlakuan adalah 6,11dan setelah perlakuan adalah 6,97, jadi dapat
disimpulkan bahwa terdapat kenaikan pH sebesar 0,86. Selain itu prosentase
kematian larva nyamuk yaitu 100%.
Dari
percobaan uji bioassay terhadap larva nyamuk diketahui pada dosis Abate 9 mg
yang dicampurkan dengan 200 ml air dan di masukan larva nyamuk 10 ekor,
diperoleh suhu rata-rata sebelum perlakuan yaitu 26,80C
dan sesudah perlakuan yaitu 26,9 0C,
hal ini menunjukan adanya kenaikan suhu air sebesar 0,1 0C.
sedangkan pada pH air rata-rata sebelum perlakuan adalah 6,17dan setelah perlakuan adalah 6,88, jadi dapat
disimpulkan bahwa terdapat kenaikan pH sebesar 0,71. Selain itu prosentase
kematian larva nyamuk yaitu 93%, hal ini dikarenakan ditemuakan karva nyamuk yang
masih hidup 3% dari jumlah keseluruhan larva.
Sedangkan
pada kelompok control yang tidak dilakukan uji bioassay diperoleh suhu
rata-rata sebelum perlakuan yaitu 26,10C dan sesudah perlakuan yaitu 27,1 0C, hal ini menunjukan
adanya kenaikan suhu air sebesar 1 0C. sedangkan pada pH air
rata-rata sebelum perlakuan adalah 6,18 dan setelah perlakuan adalah 7,45, jadi
dapat disimpulkan bahwa terdapat kenaikan pH sebesar 0,65. Selain itu
prosentase kematian larva nyamuk yaitu 0%.
B. Pembahsan.
Dari hasil
tersebut terdapat beberapa factor yang mempengaruhi dari hasil bioassay yang
dilakukan terhadap larva nyamuk. Factor-faktor tersebut seperti Suhu, pH,
Penakaran air sebagai tempat perindukan, Pemberian makanan, Larva resisten, Zat
kimia, Larva nyamuk dan Kesalahan manusia.
B.I. Suhu.
Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi
kehidupan Aedes aegypti.Nyamuk Aedes akan meletakkan telurnya
pada temperature udara sekitar 200C – 300C. Telur yang
diletakkan dalam air akan menetas pada 1 sampai 3 hari pada suhu 300C,
tetapi pada suhu udara 160C dibutuhkan waktu selama 7 hari. Nyamuk
dapat hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismanya menurun atau bahkan
berhenti apabila suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu lebih tinggi
dari 350C juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya
proses-proses fisiologi, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah
25-270C. Pertumbuhannyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu
kurang dari 100C atau lebih dari 400C.
Dari hasil pengukuran terhadap suhu perindukan nyamuk pada dosis abate
sebagai berikut:
No
|
Dosis
mg/ml
|
Suhu sebelum0C
|
Rata-rata
|
Suhu sesudah0C
|
Rata-rata
|
||||
CI
|
CII
|
CIII
|
CI
|
CII
|
CIII
|
||||
1
|
1/200
|
26,8
|
26,8
|
27,2
|
26,9
|
26,7
|
26,8
|
26,9
|
26,8
|
2
|
3/200
|
26,8
|
27,3
|
27,1
|
27,1
|
26,8
|
26,8
|
27
|
26,8
|
3
|
5/200
|
27,1
|
27,2
|
27
|
27,1
|
27,1
|
27,1
|
27
|
27,1
|
4
|
7/200
|
26,9
|
27,9
|
26,7
|
26,9
|
26,9
|
27
|
27
|
27,0
|
5
|
9/200
|
26,9
|
26,8
|
26,8
|
26,8
|
26,8
|
26,9
|
26,9
|
26,9
|
6
|
Kontrol
|
26
|
26,1
|
26,1
|
26,1
|
26,9
|
27,2
|
27,1
|
27,1
|
Dari hasil pengukuran suhu tersebut dapat diketahui bahwa perubahan suhu
yang terjadi tidak melebihi dari 1 0C,
jadi suhu yang ada masih sesuai untuk perindukan dari larva nyamuk karena suhu
yang ada adalah dari interval 26,1 0C sampai dengan 27,1 0C,
dan masih sesuai untuk perindukan nyamuk.
B.II.
pH.
Menurut Sukamsih (2006) kehidupan larva Aedes Aegypti pada air
peridukan bias bertahan hidup sampai dengan menetas menjadi nyamuk dewasa pada
kisaran pH 4,4 sampai dengan pH 9,3. Sedangkan pada pengukuran pH pada
praktikum, diperoleh hasil.Seperti berikut.
No
|
Dosis mg/ml
|
pH sebelum
|
Rata-rata
|
pH sesudah
|
Rata-rata
|
||||
CI
|
CII
|
CIII
|
CI
|
CII
|
CIII
|
||||
1
|
1/200
|
6,18
|
6,14
|
6,21
|
6,17
|
6,85
|
6,91
|
6,74
|
6,83
|
2
|
3/200
|
6,12
|
6,26
|
6,2
|
6,19
|
6,97
|
7,15
|
7,00
|
7,04
|
3
|
5/200
|
6,16
|
6,21
|
6,16
|
6,18
|
7,16
|
7,08
|
7,21
|
7,15
|
4
|
7/200
|
6,05
|
6,16
|
6,12
|
6,11
|
7,00
|
6,85
|
7,05
|
6,97
|
5
|
9/200
|
6,23
|
6,11
|
6,16
|
6,17
|
6,85
|
6,93
|
6,86
|
6,88
|
6
|
Kontrol
|
5,97
|
6,05
|
6,28
|
6,10
|
6,59
|
7,89
|
7,87
|
7,45
|
Dari hasil pengukuran pH air yang dilakukan di di tempat
perkembangbiakan larva nyamuk diperoleh hasil tidak ada perubahan pH melebihi
0,97. Jadi pH yang terdapat pada perindukan masih sesuai. Hal ini karena ph
yang ada berkisar 6,10 sampai dengan 7,45. Jadi dapat disimpulkan bahwa pH
perindukan masih dalam ambang batas.
B.III.
Penakaran Air.
Penakaran air pada proses uji bioassay sangat mempengaruhi terhadap
hasil pengujian. Hal ini karena didalam pengukuran air akan mempengaruhi hasil
larutan yang diperoleh. Misalnya saja jika volume air yang di ukur melebihi
batas yang di persaratkan maka akan menghasilkan larutan yang encer sehingga
evektifitas dari larvasida (Abate) berkurang. Selain itu jika volume air yang
diukur kurang dari batas yang dipersaratkan, maka larutan yang diperoleh
menjadi pekat dan memiliki evektfitas larvasida yang tinggi yang dapat
mengakibatkan kematian larfa secara cepat.Pengukuran air haruslah sesuai,sehingga
hasil yang diperoleh sesuai untuk melarutkan larvasida.
B.IV.
Pemberian Makana.
Pemberian makanan juga akan mempengaruhi dari hasi uji bioassay terhadap
larva nyamuk. Hal ini karena jika didalam pemberian makanan terhadap larva
nyamuk terlalu banyak akan mengakibatkan perubahan pH air akibat zat-zat yang
terkandung didalam makanan yang digunakan untuk memberi makan larva. Oleh
karena itu, jika pemberian makanan lerlalu banyak maka dapat mengakibatkan
perubahan pH air yang ada, sehingga dapat mengakibatkan kematian bagi larva nyamuk.
B.V. Larva
Resisten.
Larva resisten juga dapat mempengaruhi dari hasil uji bioassay terhadap
larva nyamuk. Hal ini karena jika larva nyamuk yang ada sudah resisten terhadap
larvasida yang akan mengakibatkan larvasida yang ada tidak mempengaruhi
keberadaan nyamuk dan mengakibatkan nyamuk tersebut masih tetap hidup meskipun
sudah diberikan larvasida pada perindukannya.Dan hasil yang diperoleh tidak
sesuai harapan.Untuk itu kegiatan bioassay dilakukan agar mengetahui apakah
larva nyamuk yang ada sudah resisten atau tidak.
B.VI. Zat
Kimia.
Kualitas dari zat kimia juga dapat mempengruhi dari hasi uji bioassay
terhadap larva nyamuk. Hal ini karena jika kualitas zat kimia atau larvasida
dalam keadaan baik dan masih sesuai, maka hasil dari uji tersebut akan berhasil
serta daya bunuh dari larva sesuai dengan dosis. Tetapi jika zat kimia yang
digunakan sudah tidak sesuai, maka akan mempengaruhi dari hasil uji bioassay
larva. Karena jika kualitas larvasida yang ada kurang baik akan mengakibatkan
daya bunuh larva berkurang dan hasil ujinya mengalami ketidak sempurnaan.
B.VII.Larva
Nyamuk.
Larva nyamuk juga akan mempengaruhi dari uji larvasida terhadap larva
nyamuk. Jika didalam uji tersebut tudak menggunakan larva yang sehat, maka akan
mengakibatkan larva tersebut akan cepat mati. Sehingga hasil dari uji bioassay
yang dilakukan dapat dikatakan gagal. Untuk itu untuk bioassay larva nyamuk
sebaiknya mengunakan larva nyamuk yang masih sehat (Masih terlihat aktif,
memiliki ukuran + 0,5 cm). agar uji yang dilakukan dapat sesuai dengan
persaratan.
B.VIII.Kesalahan
Manusia.
Faktor kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil dari bioassay.Hal
ini karena didalam pengujian larvasida terhadap larva nyamuk dilakukan oleh
manusia, sehingga kegagalanpu dapat teerjadi. Misalnya pada proses penimbangan
larvasida yang tidak teliti, pengukuran air yang tidak sesuai, pengukuran suhu
dan pH yang tidak akurat, pengambilan larva yang kurang hati-hati, akan
mempengauhi hasil akhir dari uji bioassay larva tersebut. Untuk itu factor
kesalahan manusia adalah factor yang lebih berpengaruh terhadap hasil uji
bioassay tersebut.
Untuk itu factor-faktor tersebut harus diminimalisir agar uji bioassay
terhadap larva nyamuk menggunakan larvasida abate dapat berjalan secara lancar.
Sehingga hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut sesuai dengan harapan.Dan
tidak terjadi kesalahan terhadap uji bioassay tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Dari kegiatan pengujian larvasida (Abate)
dengan dosis tertentu terhadap larva nyamuk pada instar III, dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1.
Nyamuk Aedes
aegyptibanyak di temukan hidup di
daerah pemukiman manusia, hal ini karena nyamuk Aedes aegyptibersifat anthropofilik,
karenanya lebih menyukai darah manusia dari pada darah binatang. Sehingga Aedes
aegyptidapat menjadi vector
penyakit yaitu DBD.
2.
Abate
adalah nama dagang dari temephos, yang dari bahan jenis yaitu insektisida
golongan organofosfat yang digunakan untuk memberantas jentik nyamuk. Temefos
digunakan sejak tahun 1970 dalam bentuk granula pasir.
3.
Uji
bioassay adalah suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya bunuh insektisida
baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik.
Sehingga diketahui apakah nyamuk sudah resisten terhadap larvasida yang
digunakan atau tidak.
4.
Factor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan larvasida seperti Suhu, pH, Penakaran air
sebagai tempat perindukan, Pemberian makanan, Larva resisten, Zat kimia, Larva
nyamuk dan Kesalahan manusia.
5.
Untuk
menghindari kegagalan didalam uji bioassay maka harus dilakukan pengujian
secara hati-hati dan dengan teliti agar hasil yang diperoleh sesuai.
B.
Saran.
1.
Untuk menghindari kegagalan dari uji bioassay maka
perlu dilakukan engujian secara teliti agar hasil yang diperoleh sesuai.
2.
Kesalahan manusia merupakan factor yang berpengaruh
dari uji bioassay tersebut.
3.
Pemahaman materi tentang bioassay juga harus dilakukan
agar uji yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan harapan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anton Sitio.2008. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Dan Kebiasaan
Keluarga Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
Di Kecamatan Medan Perjuangankota Medan Tahun 2008. Tesis. Semarang:UNDIP.
Fajar, 2009. Amankah Abate Untuk Manusia.
www.wartamedika.com. Diakses Pada 24 Desember 2010. Pada Pukul 13.00.WIB.
Sugeng Abdulah. 2003. Bioassay Kontak. http://gurumuda.com/bse/kesehatan-masyarakat. Diakses Pada 24 Desember 2010 Pada pukul 12.30 WIB.
Sukamsih.
2006. Perbedaan Berbagai pH Air Terhadap Kehidupan Larva Nyamuk Aedes Aegypti Di Laboratorium Balai
Besar Penelitian Vektor Dan Reservoir Penyakita Salatiga Tahun 2005.
http://eprints.undip.ac.id/4762/1/2884.pdf. Diakses Pada 26 Desember
2010.Pukul 18.30 WIB.
Sumarmo.
1988. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. Jakarta: UI PRESS
Upik
Kesumawati Hadi, Susi Soviana. 2000. Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosisdan
Pengendaliannya. Bogor: IPB
Wahyono, S., P. Rahayu, Y.
Widyastuti. 2003.Uji Larvasida Ekstrak EtanolRimpang Dringgo (Acorus calamus L.)
Terhadap Aedes aegepty, Prosiding Seminar
Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XIII, Jakarta,
Wakhyulianto. 2005. Uji Daya Bunuh Ekstrak Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L) Terhadap Nyamuk (Aedes Aegypti). SKRIPSI. Semarang:FIK.
Langganan:
Postingan (Atom)